NHW (9) - Matrikulasi

BUNDA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

Assalamualaikum Moms…

Tak terasa ternyata perjalanan saya di program matrikulasi ini sudah sampai pada babak pamungkas. Huahhh… (nafas panjang). Pintu demi pintu telah terbuka. Ilmu pengantar kurikulum Ibu Profesional sudah didapat. Maka saatnya menentukan pilihan: Berubah atau kalah? Maju, stagnan atau malah mundur ke belakang?

Kalau seumpama ada yang bertanya (soalnya beluma ada yang nanya, lol) Satu kata untuk perjalanan sampai di KM ini? Jawabannya: “babak belur”. Membenahi bahtera rumah tangga berat sekali boookkk. Perlu perenungan, perlu diskusi intens, perlu referensi, perlu dinyatakan dalam tulisan, perlu trial and eror terkadang juga perlu sedikit perdebatan kecil dengan pasangan hidup. Tapi kalau ditanya (ini juga seumpama), Apa sudah bisa dirasakan hasilnya? Tentu saja sudah, yang penting “DO IT” jalani saja dulu, nanti Allah Al ‘Alim yang akan memberi kita ilmu pengetahuan, begitu kata Bu Septi dan terjawab sudah kebenaran ucapannya.

Tantangan pamungkas kali ini menurut saya tantangan tersulit karena kebermanfaatan kita sebagai ibu profesional dipertanyaakan. Customer service kita berkembang dari tingkat keluarga merambah ke lingkungan sekitar tempat kita tinggal. Nah kira-kira seperti apa gagasan saya dalam memecahkan problem sosial masyarakat? Temukan jawaban selengkapnya di bawah ini ya… 

...

Agen Perubahan tidak Berbatas Gender

Siapapun bisa berhak menjadi agent of change. Menjadi agen perubahan tidak berbatas gender, karena pada hakikatnya Tuhan telah melengkapi semua manusia dengan potensi dasar yang sama berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Apalagi di masa kini dimana perempuan bisa masuk ke semua lini baik di pemerintahan, ekonomi, politik, dan lain-lain.

Pun seorang ibu. Keberadaan seorang ibu di masyarakat akan meningkatkan kualitas pendidikan keluarga di rumah, demikian juga pendidikan di rumah akan memberikan imbas positif pada peningkatan kualitas masyarakat. Intinya peran seorang ibu tidak selesai hanya di ranah keluarga tetapi kebermanfaatanya juga berimbas kepada masyarakat sekitar. 

Hukum Agen Perubahan: “Dari Dalam ke Luar”

Rasulullah SAW bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”. Hadis ini menegaskan bahwa indikator seorang mukmin sebenarnya ditentukan oleh kebermanfaatannya kepada orang lain. Seorang mukmin yang baik bukan lah pribadi yang individualis dan bukan pula yang selalu mencari manfaat dari orang lain. Karakter mukmin ialah yang empati terhadap problem sosial di lingkungan ia tinggal. 

Pada suatu cerama Ustadz Abdul Somad yang saya ikuti di Sekolah Insan Cendekia Madani hari Jum’at lalu, ia mengatakan bahwa apabila di lingkungan kita ada orang yang tidak shalat, tidak mengaji, tidak menutup aurat itu bukan salah mereka tetapi salah kita, mengapa kita tidak mengajak mereka. Bisa jadi mereka telah mendengar azan sejak bayi tetapi mungkin mereka belum mendengar keutamaan-keutamaan shalat, tandasnya.

Untuk mengubah masyarakat tentu harus dimulai dari diri kita terlebih dahulu. Misalnya yang disebutkan Ustadz Abdul Somad di atas, ingin mengajak seseorang shalat makan kita harus memastikan bahwa kita telah melaksanakan shalat. Ingin mengubah masyarakat yang belum memakai hijab, tentu kita telah mempraktikkan terlebih dahulu pada diri kita sendiri. Kita wujudkan dahulu dalam diri kita (dari dalam) agar kita bisa menginspirasi orang lain (ke luar).

Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan dimana orang yang memberi nasehat tidak bisa melakukan apa yang dinasehatkan. Kalau meminjam istilah dalam kitab gaul Bahasa Jawa orang seperti ini disebut JARKONI, iso ngaJAR raiso nglaKONI atau seseorang yang mengajarkan sesuatu tetapi ternyata dia tidak melakukannya.

Rumus Agen Perubahan: “Passion + Emphaty = Social Venture”

Sekarang kita bahas bagaimana cara menjadi agen perubahan? Kita bisa menggunakan rumus: Passion + Emphaty = Social Venture. Mari kita praktikkan satu persatu.

Passion

Langkah pertama untuk menjadi agen perubahan adalah temukan dulu passion kita dimana agar kita senang melakukannya dan merdeka dalam menentukan nasib hidup kita sendiri. Kita harus paham betul jalan hidup kita ada dimana. Setelah itu baru menggunakan berbagai cara menuju sukses. 

Setelah menemukan jalan hidup, segera lihat lingkaran 1 kita yaitu keluarga. Perubahan-perubahan apa saja yang bisa kita lakukan untuk membuat keluarga kita menjadi change maker family. Mulailah dengan perubahan-perubahan kecil yang selalu konsisten dijalankan. Hal ini untuk melatih keistiqomahan kita terhadap sebuah perubahan. Karena sejatinya amalan-amalan yang dicintai adalah amalan yang langgeng (terus-menerus) walau sedikit.

Well, untuk diri pribadi passion saya adalah bidang pendidikan khususnya pendidikan anak. Saya pun merasa memiliki kapasitas di bidang tersebut ditunjang dengan background pendidikan saya di ilmu kependidikan. Selain itu entah mengapa pengalaman saya lebih banyak terjun di bidang tersebut seperti menjadi founder sanggar pelangi untuk anak-anak pemulung di kawasan Sawangan-Depok, menjadi relawan pendidikan di Rumah Yatim Mizan juga mengajar di beberapa sekolah formal seperti Jagat Arsy World Civilization Boarding School, Nusaloka-BSD dan Sekolah Islam Terpadu Aulady, Ciater-BSD.

Emphaty

Setelah sukses membangun pribadi dan keluarga, kita bertugas membangun masyarakat yang madani, beriman dan bermoralitas tinggi. Hal yang perlu kita lakukan adalah mengasah rasa empati kita terhadap lingkungan. Telusuri apa yang perlu kita benahi dalam masyarakat sekitar.

Berkenaan dengan hal ini, pada dasarnya lingkungan saya sudah baik akan tetapi memang ada beberapa hal yang perlu dibenahi karena faktor perubahan zaman seperti beberapa kasus berikut ini:

Terkait dengan cara berkomunikasi, pertemuan tatap muka anak semakin jarang dan berkurangnya kemampuan berkomunikasi anak.
Sulit menemui anak yang masih suka bermain permainan tradisional. Orang tua lebih memilih memberikan gadget dibandingkan membiarkan anaknya berkeliaran di luar untuk bermain. Bahkan hamper semua rumah telah memasang wifi untuk sarana ber-youtube anak.
Lingkungan yang cenderung individualis. 
Bahasa anak semakin kasar dan kecenderung bullying semakin parah. 
     
Social Venture

Social Venture adalah suatu usaha yang didirikan oleh seseorang sosial entrepreneur baik secara individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan. Sedangkan social entrepreneur adalah orang yang menyelesaikan isu sosial sekitarnya menggunakan kemampuan entrepreneur.

Upaya saya dalam mengatasi isu social yang saya rasakan pada point pembahasan emphaty saya ingin membangun sanggar belajar di lingkungan tempat saya tinggal saat ini seperti yang telah saya bangun di kawasan pemulung di Depok sekitar 3 tahun silam. Adapun program kegiatannya diantaranya games-games pembangun karakter, berliterasi (membaca-menulis), story telling, mengerjakan PR bersama, dll. 

Sebenarnya Allah telah memberi sinyal kepada saya karena setiap sore rumah saya selalu ramai anak-anak bermain. Anak-anak tetangga suka main ke rumah karena memang saya mendesain rumah saya aman untuk bermain. Saya tidak membeli furniture-furniture yang tidak boleh dipegang anak, pun dengan hiasan-hiasan kaca saya tidak punya, saya tidak punya akuarium, saya tidak memasang TV di ruang tamu, full hanya ada rak buku dan mainan.  Itulah sebabnya anak-anak senang bermain di rumah dan menangis jika diajak pulang.

Saya juga beberapa kali mendapat tawaran untuk mengisi kajian ibu-ibu dan mengajari tahsin Al Qur’an tetapi memang saya merasa belum siap karena merasa belum cukup bekal. Tetapi kini saya sadar bahwa seharusnya saya menerima tawaran itu meski orang baru, meski paling muda karena itu kesempatan saya untuk menabung bekal akhirat.

Nah, berkenaan dengan social venture yang akan saya bangun untuk lebih jelasnya saya akan menuangkan dalam tabel berikut ini.

Minat,
Hobi,
Ketertarikan
SKILL
Isu Sosial
Sasaran Masyarakat
Ide Sosial
Minat: Pendidikan Anak

Hobi:
Menyanyi
Crafting
Hard Skill:
Mengajar

Soft Skill:
Kreatif
Inovatif
Komunikatif
Ceria

·      Komunikasi tatap muka semakin jarang. Kemampuan berkomunikasi anak berkurang.
·      Sulit menemui anak yang bermain permainan tradisional.
·      Orang tua lebih memilih memberikan gadget dibandingkan membiarkan anaknya berkeliaran di luar untuk bermain. Bahkan mereka dengan sengaja memasang wifi untu anak.
·      Lingkungan individualis.
·      Bahasa mulai kasar, bully tidak jelas.

Anak-anak


Ibu
Membangun sanggar belajar.

Ikut andil mengambil bagian sharing ilmu parenting dalam acara arisan RT dan pengajian ibu-ibu.